Ini di lingkungan ku, bagaimana dengan mu?

Gw jarang banget nulis tentang lintas agama, tapi entah kenapa gw pengen banget nulis tentang itu sekarang. Oh iya, tulisan ini gw pikirin pas gw lagi ngepel lho, hehe.
Gw pengen share aja tentang kehidupan lintas agama di lingkungan gw, baik itu di lingkungan rumah, kerja (dulu sekolah dan kuliah) maupun pertemanan. Ya gw hidup dikelilingi dari agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan beberapa yg Buddha, hmm ada yang atheis juga sih. Jujur saja, gw ga pernah ngerasain konflik lintas agama seperti yang sering ada di berita ataupun social media. Dan gw bersyukur hidup di lingkungan yang saling menghargai keyakinan masing-masing.
Okeh gw akan mencontohkannya.
1. Hei, saling menghormati itu ga harus mengucapkan “Selamat hari raya”. Karena ada keyakinan yang ga mengizinkan mereka mengucapkan itu. Haruskah sakit hati? Di lingkungan gw ada beberapa teman yang mengucapkan dan ada yang ga. Tapi bagi gw ga masalah, itu keyakinan mereka. Bagi gw, saling menghormati cukup dengan sikap mengizinkan gw untuk beribadah pada hari raya tersebut. Menggantikan gw jaga di RS sehingga gw bisa ibadah, itu cukup. Tidak menutup rumah ibadah, itu cukup. Bahkan di lingkungan rumah gw, yang berhari raya akan memberikan makanan kepada kami, dan kami pun membalasnya ketika kami berhari raya.
Oh iya contoh kecil di lingkungan rumah gw jg, ketika yang Hindu merayakan Nyepi, kami pun tidak mengadakan acara yang berisik, atau memanggil-manggil mereka sehingga mereka harus keluar.
2. Saling menghargai ditunjukkan dengan menghormati cara ibadahnya. Gereja gw terletak di pemukiman padat, untuk itu pendeta gw sering mengingatkan supaya sound musik gereja ketika jam 17.30-18.30 supaya dikecilkan untuk menghormati mereka yang solat mahgrib. Dan begitupun penduduk sana tidak berkeberatan, ketika sound musik gereja pada hari minggu agak besar. Atau ketika gw jalan-jalan sama temen-temen, dan ada yang izin solat, ya persilahkanlah mereka. Begitupun ketika hari minggu gw gereja atau hari ketika ada persekutuan, temen-temen gw pun mempersilahkan, bukan jadinya mengucilkan “Repot ah ajak si A, solatnya harus tepat waktu.”  Atau “Klo pergi hari minggu, ga usah ajak si B, pasti alesannya banyak, mau gereja lah, persekutuan lah.” Ya cukup saling mengerti cara beribadah masing-masing dan tidak mempersoalkannya, pasti indah.
3. Apakah kita harus sepaham dan sekeyakinan? Maunya sih gitu, tapi ga bisa bung. Saling menghormati aja lah keyakinan masing-masing, ga usah merasa paling benar dan menyalahkan yang lain. Gw pernah kok duduk berdampingan dengan temen gw, gw cerita tentang agama gw, bagaimana Tuhan Yesus menyelamatkan hidup gw. Begitupun temen gw, dia menceritakan ajaran Nabi Muhammad. Tapi kami saling menghargai, tidak memaksakan keyakinan kami pada yang lain. Dan setelah itu, kami tetap berteman sampe sekarang. Indah bukan? Masalah keyakinan, biar pribadi itu sendiri yang menentukan. Begitu juga dengan teman gw yang Atheis, ya hak mereka seperti itu, gw cukup menceritakan kehidupan gw tanpa memaksakan harus sepaham dan sekeyakinan.
4. Konflik yang terjadi di luar lingkungan kita, jangan disamakan dengan di lingkungan kita. Maksud gw gini, klo ada yang berantem antar agama tapi bukan di lingkungan kita, janganlah kita jadi membenci agama yang berada di lingkungan kita. Konflik itu kan bisa beda-beda penyebabnya, klo ternyata kebetulan konflik pribadi tapi ternyata orangnya beda agama, bisa saja orang luar melihatnya sebagai konflik agama, padahal bukan.

Ya akhir kata, hidup kita cuma sebentar, lakukan yang terbaik buat dirimu, keluargamu, bangsamu dan Tuhan mu. Urusan agama dan keyakinan itu masalah pribadi, jangan menganggap keyakinan yang berbeda dengan mu itu salah, cukup dengan meyakini keyakinan mu itu benar saja. Mengerti kan perbedaannya?
Selamat Natal 2013 dan Tahun Baru 2014 bagi teman yang merayakan.
Indonesia masih punya harapan 🙂

image